ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pemimpin politik Hamas Palestina, Ismail Haniyeh, tewas dalam serangan yang diduga kuat didalangi Israel. Dunia yang tersentuh akan nasib Palestina turut berduka, termasuk negara Turki (Turkiye), negara berkultur corak Islami namun punya ikatan diplomatik dengan Israel. Gara-gara peristiwa syahidnya Haniyeh, hubungan Turki-Israel jadi ikut panas.
Jumat (2/8) waktu setempat menjadi hari berkabung nasional Turki untuk Ismail Haniyeh yang tewas dua hari sebelumnya di Tehran, Iran. Presiden Recep Tayyip Erdogan bersolidaritas dengan Palestina.
Hamas, organisasi tempat Haniyeh berjuang, dipandang oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Israel sebagai organisasi teroris, tetapi Erdogan menyebutnya sebagai "gerakan pembebasan". Meski demikian, posisi Turki memang tidak terlalu hitam-putih. Meski dekat dengan pihak anti-Israel, namun Turki sendiri punya hubungan diplomatik dengan Israel, berhubungan pula dengan AS, menjadi anggota NATO, dan masuk menjadi salah satu negara Eropa tentu saja, di posisi paling pojok timur di Selat Bosphorus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hubungan Turki dengan Israel sebenarnya sudah mulai panas sejak sehari sebelum tewasnya Haniye. Saat itu, Turki ingin mengintervensi bantuan ke Palestina lewat cara masuk ke Tel Aviv. Israel bereaksi dengan cara meminta NATO untuk mengeluarkan Turki dari keanggotaan. Menlu Israel bernama Israel Katz mengatakan hal semacam itu.
Katz dalam tanggapannya menyebut pernyataan Erdogan itu sebagai "ancaman untuk menginvasi Israel". Dia bahkan menyamakan Erdogan dengan Saddam Hussein, pemimpin Irak yang berakhir digulingkan, diburu, mati di tiang gantungan. Israel menilai Saddam Hussein dahulu pernah mengancam akan menyerang Israel.
"Menyoroti ancaman Presiden Turki Erdogan untuk menginvasi Israel dan retorikanya yang berbahaya, Menteri Luar Negeri Israel Katz menginstruksikan para diplomat ... untuk segera terlibat dengan semua negara NATO, menyerukan kecaman terhadap Turki dan menuntut pengusiran Turki dari aliansi regional tersebut," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel.
Ketegangan antara Israel dan Turki ini terjadi saat hubungan kedua negara, yang sebelumnya pernah menjadi sekutu ini, semakin memburuk selama lebih dari satu dekade terakhir.
Perdagangan bilateral kedua negara berhasil melewati banyak badai diplomatik, hingga mencapai miliaran dolar Amerika per tahun. Namun Turki pada bulan ini mengatakan mereka akan menghentikan semua perdagangan bilateral dengan Israel hingga perang berakhir dan bantuan mengalir tanpa hambatan ke Jalur Gaza.
Kondisi ini semakin memburuk setelah Ismail Haniyeh tewas pada 31 Juli 2024 lalu. Simak halaman selanjutnya: