ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Hampir sebulan telah berlalu sejak Iran bersumpah untuk "menghukum" Israel atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.
Haniyeh tewas pada tanggal 31 Juli saat berkunjung ke ibu kota Iran tersebut untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian. Kematiannya, diikuti oleh sumpah Iran untuk membalas dendam, memicu gelombang spekulasi dan laporan media yang menunjukkan bahwa serangan Iran terhadap Israel akan segera terjadi. Namun, hingga saat ini tidak ada serangan seperti itu.
Minggu lalu, juru bicara Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran mengatakan bahwa pembalasan terhadap Israel dapat memakan waktu "lama" untuk dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya pada bulan April, Iran merespons dugaan serangan Israel terhadap konsulatnya di Damaskus, Suriah yang menewaskan dua komandan militer senior Iran, dalam waktu kurang dari dua minggu. Penundaan yang diperpanjang kali ini telah menimbulkan pertanyaan tentang strategi Teheran saat ini.
Dilansir Al-Arabiya, Jumat (30/8/2024), para analis menyebutkan beberapa faktor yang dapat menjelaskan keraguan Iran. Yang paling utama adalah ketakutan akan respons Israel yang kuat, yang dapat menyebabkan rasa malu lebih lanjut bagi Iran, dan berpotensi meningkat menjadi konflik yang lebih luas yang melibatkan Amerika Serikat.
Kepemimpinan Iran, yang memprioritaskan mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan di atas segalanya, kemungkinan waspada untuk memicu situasi yang dapat melemahkan kendalinya.
"Banyak orang di Iran, termasuk tokoh-tokoh terkemuka di kelas politik negara itu, memperingatkan para pemimpin tentang konsekuensi perang habis-habisan yang dapat benar-benar menghancurkan negara dan mematikan bagi rezim," kata Arash Azizi, seorang peneliti tamu di Pusat Studi Masa Depan Jangka Panjang Frederick S. Pardee Universitas Boston, kepada Al Arabiya English.